Pages

Kamis, 11 Juli 2013

Agresi Militer II Belanda

Sesudah persetujuan Renville ditandatangani, perundingan dilanjutkan lagi. Tujuannya ialah membentuk Negara Indonesia Serikat (NIS). Belanda menuntut agar dibentuk pemerintahan interim, pemerintahan itulah yag akan berkuasa sebelum NIS terbentuk. Pemerintahan itu dipimpin oleh Ratu Belanda dan RI harus tunduk kepadanya. Tuntutan itu ditolak oleh RI.
          Belanda kembali menggunakan kekerasan. Pada tanggal 19 Desember 1948 mereka melancarkan agresi militer ke dua. Ibu kota RI, Yogyakarta mereka duduki begitu pula kota – kota lain. Presiden, wakil presiden dan beberapa pejabat tinggi pemerintahan mereka tawan dan diasingkan ke luar Pulau Jawa.
          Panglima Besar Jendral Soedirman meninggalkan Yogyakarta untuk memimpin perang gerilya. Di Sumatera terbentuk Pemereintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). Ketuanya Syafrudin Prawiranegara (Menteri Kemakmuran). Pada waktu Belanda melancarkan Agresinya, beliau sedang bertugas di Bukittinggi. Dalam menghadapi Belanda, Angkatan Perang membumihanguskan kota, bangunan penting agar tidak dipakai musuh. Jalan & jembatan dirusak untuk memperlambat gerak maju pasukan Belanda.
          Agresi Militer Belanda dikecam oleh berbagai negara. Di New Delhi, India berlangsung konferensi negara – negara Asia. Mereka menuntut agar Belanda menghentikan agresi militernya. Pada 28 Januari 1949 Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi. Belanda harus menghentikan agresi dan membebaskan semua tahanan politik.
          Sementara itu, serangan gerilya semakin hebat. Salah satu diantaranya Serangan Umum ke Yogyakarta pada 1 Maret 1979 dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto. 6 jam kota Yogyakarta dikuasai oleh pasukan Indonesia. Akhirnya Belanda bersedia berunding. Perundingan diadakan di Jakarta, diawasi oleh Komisi PBB. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mohammad Roem, S.H dan delegasi Belanda dipimpin oleh Dr. Van Royen. Pada tanggal 7 Mei 1949 diumumkan pernyataan Roem-Royen yang berisikan pasukan Belanda akan ditarik dari daerah Yogyakarta dan pimpinan RI akan dibebaskan. Pemerintahan RI akan memerintahkan pasukannya untuk menghentikan gerilya dan turut serta dalam Konferensi Meja Bundar.

          Pada 29 Juni 1949, pasukan Belanda meninggalkan Yogyakarta. Semininggu kemudian 6 Juli 1949 Presiden & wakilnya serta pejabat RI dibebaskan. Pada awal Agustus 1949 dikeluarkan perintah penghentian tembak – menembak. Perintah itu berlaku mulai 11 Agustus untuk pulau Jawa dan 15 Agustus untuk Sumatera.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.