Sesudah
persetujuan Renville ditandatangani, perundingan dilanjutkan lagi. Tujuannya
ialah membentuk Negara Indonesia Serikat (NIS). Belanda menuntut agar dibentuk
pemerintahan interim, pemerintahan itulah yag akan berkuasa sebelum NIS
terbentuk. Pemerintahan itu dipimpin oleh Ratu Belanda dan RI harus tunduk
kepadanya. Tuntutan itu ditolak oleh RI.
Belanda kembali
menggunakan kekerasan. Pada tanggal 19 Desember 1948 mereka melancarkan agresi
militer ke dua. Ibu kota RI, Yogyakarta mereka duduki begitu pula kota – kota
lain. Presiden, wakil presiden dan beberapa pejabat tinggi pemerintahan mereka
tawan dan diasingkan ke luar Pulau Jawa.
Panglima Besar
Jendral Soedirman meninggalkan Yogyakarta untuk memimpin perang gerilya. Di
Sumatera terbentuk Pemereintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). Ketuanya
Syafrudin Prawiranegara (Menteri Kemakmuran). Pada waktu Belanda melancarkan
Agresinya, beliau sedang bertugas di Bukittinggi. Dalam menghadapi Belanda,
Angkatan Perang membumihanguskan kota, bangunan penting agar tidak dipakai
musuh. Jalan & jembatan dirusak untuk memperlambat gerak maju pasukan
Belanda.
Agresi Militer
Belanda dikecam oleh berbagai negara. Di New Delhi, India berlangsung
konferensi negara – negara Asia. Mereka menuntut agar Belanda menghentikan
agresi militernya. Pada 28 Januari 1949 Dewan Keamanan PBB mengeluarkan
resolusi. Belanda harus menghentikan agresi dan membebaskan semua tahanan
politik.
Sementara itu,
serangan gerilya semakin hebat. Salah satu diantaranya Serangan Umum ke
Yogyakarta pada 1 Maret 1979 dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto. 6 jam kota
Yogyakarta dikuasai oleh pasukan Indonesia. Akhirnya Belanda bersedia
berunding. Perundingan diadakan di Jakarta, diawasi oleh Komisi PBB. Delegasi
Indonesia dipimpin oleh Mohammad Roem, S.H dan delegasi Belanda dipimpin oleh
Dr. Van Royen. Pada tanggal 7 Mei 1949 diumumkan pernyataan Roem-Royen yang
berisikan pasukan Belanda akan ditarik dari daerah Yogyakarta dan pimpinan RI
akan dibebaskan. Pemerintahan RI akan memerintahkan pasukannya untuk
menghentikan gerilya dan turut serta dalam Konferensi Meja Bundar.
Pada 29 Juni
1949, pasukan Belanda meninggalkan Yogyakarta. Semininggu kemudian 6 Juli 1949
Presiden & wakilnya serta pejabat RI dibebaskan. Pada awal Agustus 1949
dikeluarkan perintah penghentian tembak – menembak. Perintah itu berlaku mulai
11 Agustus untuk pulau Jawa dan 15 Agustus untuk Sumatera.
0 komentar:
Posting Komentar